10 Mitos Tentang Orang Introvert
tulisan ini di ambil dari blog
http://rizasaputra.wordpress.com/2011/12/21/10-mitos-tentang-orang-introvert/
dan terjemahan dari blog owl city
http://owlcityblog.com/2011/06/27/10-myths-about-introverts/
Aku baru-baru ini tak sengaja menemukan sebuah blog yang ditulis oleh Carl King tentang fenomena yang dikenal sebagai manusia introvert dan blog itu membunyikan sebuah akord mayor di diriku. Setiap membaca satu poin, aku merasa ingin berdiri dan berteriak “YESSSSSSSSS!” sekeras-kerasnya dari paru-paruku karena poin-poin ini (yang dibuat oleh penulis Marti Laney, Psy.D) benar-benar tepat seperti sebuah home run. Sebagai seorang introvert yang ekstrim, blog ini seperti buah-buahan manis dari surga.
Aku cukup beruntung untuk menemukan sebuah buku berjudul The Introvert Advantage (How To Thrive in an Extrovert World), oleh Marti Laney, Psy.D. Rasanya seperti seseorang telah menulis sebuah entri ensiklopedi mengenai ras langka manusia yang aku termasuk di dalamnya. Buku itu tidak hanya menjelaskan banyak eksentrisitasku, ia juga membantuku untuk mendefinisikan kembali seluruh hidupku dalam konteks yang baru dan positif.
Tentu, siapa pun yang mengenalku akan mengatakan, “Duh! Mengapa begitu lama untuk menyadari Anda adalah seorang Introvert?” Hal ini tidak sesederhana itu. Masalahnya adalah melabeli seseorang sebagai Introvert adalah sebuah penilaian yang sangat dangkal dan penuh kesalahpahaman umum. Ini lebih kompleks dari sekedar menyadari aku adalah seorang introvert. (Karena Carl King berbicara begitu, pastilah ini benar)
Satu bagian dari buku Laney memetakan otak manusia dan menjelaskan bagaimana neuro-transmitter mengikuti jalan dominan yang berbeda dalam sistem saraf orang introvert dan ekstrovert. Jika ilmu di balik buku ini benar, ternyata introvert adalah orang yang terlalu sensitif terhadap Dopamine, sehingga terlalu banyak rangsangan eksternal melelahkan mereka. Sebaliknya, ekstrovert seolah selalu kekurangan Dopamine, dan mereka membutuhkan Adrenalin agar otak mereka menciptakan Dopamine. Ekstrovert juga memiliki jalur yang lebih pendek dan aliran darah yang lebih sedikit ke otak. Pesan-pesan dari sistem saraf seorang ekstrovert sebagian besar memotong area Broca pada lobus frontal, tempat dimana sebagian besar kontemplasi terjadi.
Sayangnya, menurut buku itu, jumlah orang yang introvert hanya sekitar 25% dari total manusia. Bahkan jumlah orang yang introvert ekstrem sepertiku lebih sedikit lagi. Hal ini menyebabkan banyak kesalahpahaman, karena masyarakat tidak memiliki pengalaman yang cukup dengan orang-orang sepertiku. (Aku senang bisa mengatakan ini.)
http://rizasaputra.wordpress.com/2011/12/21/10-mitos-tentang-orang-introvert/
dan terjemahan dari blog owl city
http://owlcityblog.com/2011/06/27/10-myths-about-introverts/
Aku baru-baru ini tak sengaja menemukan sebuah blog yang ditulis oleh Carl King tentang fenomena yang dikenal sebagai manusia introvert dan blog itu membunyikan sebuah akord mayor di diriku. Setiap membaca satu poin, aku merasa ingin berdiri dan berteriak “YESSSSSSSSS!” sekeras-kerasnya dari paru-paruku karena poin-poin ini (yang dibuat oleh penulis Marti Laney, Psy.D) benar-benar tepat seperti sebuah home run. Sebagai seorang introvert yang ekstrim, blog ini seperti buah-buahan manis dari surga.
Aku cukup beruntung untuk menemukan sebuah buku berjudul The Introvert Advantage (How To Thrive in an Extrovert World), oleh Marti Laney, Psy.D. Rasanya seperti seseorang telah menulis sebuah entri ensiklopedi mengenai ras langka manusia yang aku termasuk di dalamnya. Buku itu tidak hanya menjelaskan banyak eksentrisitasku, ia juga membantuku untuk mendefinisikan kembali seluruh hidupku dalam konteks yang baru dan positif.
Tentu, siapa pun yang mengenalku akan mengatakan, “Duh! Mengapa begitu lama untuk menyadari Anda adalah seorang Introvert?” Hal ini tidak sesederhana itu. Masalahnya adalah melabeli seseorang sebagai Introvert adalah sebuah penilaian yang sangat dangkal dan penuh kesalahpahaman umum. Ini lebih kompleks dari sekedar menyadari aku adalah seorang introvert. (Karena Carl King berbicara begitu, pastilah ini benar)
Satu bagian dari buku Laney memetakan otak manusia dan menjelaskan bagaimana neuro-transmitter mengikuti jalan dominan yang berbeda dalam sistem saraf orang introvert dan ekstrovert. Jika ilmu di balik buku ini benar, ternyata introvert adalah orang yang terlalu sensitif terhadap Dopamine, sehingga terlalu banyak rangsangan eksternal melelahkan mereka. Sebaliknya, ekstrovert seolah selalu kekurangan Dopamine, dan mereka membutuhkan Adrenalin agar otak mereka menciptakan Dopamine. Ekstrovert juga memiliki jalur yang lebih pendek dan aliran darah yang lebih sedikit ke otak. Pesan-pesan dari sistem saraf seorang ekstrovert sebagian besar memotong area Broca pada lobus frontal, tempat dimana sebagian besar kontemplasi terjadi.
Sayangnya, menurut buku itu, jumlah orang yang introvert hanya sekitar 25% dari total manusia. Bahkan jumlah orang yang introvert ekstrem sepertiku lebih sedikit lagi. Hal ini menyebabkan banyak kesalahpahaman, karena masyarakat tidak memiliki pengalaman yang cukup dengan orang-orang sepertiku. (Aku senang bisa mengatakan ini.)
Jadi berikut ini adalah beberapa kesalahpahaman umum
tentang orang introvert (Aku menyusun sendiri daftar ini, beberapa
diantaranya adalah hal yang benar-benar kupercayai):
Mitos # 1 – introvert tidak suka bicara.
Ini tidak benar. Introvert hanyalah tidak berbicara
kecuali mereka memang memiliki sesuatu untuk dikatakan. Mereka membenci
basa-basi. Tapi, jika seorang introvert sedang berbicara tentang sesuatu
yang mereka minati, mereka tidak akan berhenti bicara sampai
berhari-hari.
Mitos # 2 – introvert pemalu.
Rasa malu tidak ada hubungannya dengan menjadi seorang
Introvert. Introvert bukan berarti takut orang. Apa yang mereka butuhkan
adalah sebuah alasan untuk berinteraksi. Mereka tidak berinteraksi demi
interaksi sosial. Jika Anda ingin berbicara dengan Introvert, berbicara
saja. Tidak perlu mengkhawatirkan kesopnan.
Mitos # 3 – introvert kasar.
Introvert sering tidak melihat alasan perlunya untuk
berbasa-basi sosial. Mereka ingin semua orang menjadi riil dan jujur.
Sayangnya, hal ini tidak diterima di kebanyakan situasi, sehingga
introvert merasakan banyak tekanan untuk menyesuaikan diri, dan bagi
mereka ini melelahkan.
Mitos # 4 – introvert tidak menyukai orang.
Sebaliknya, introvert sangat menghargai sedikit teman
yang mereka miliki. Mereka bisa menghitung teman-teman dekat mereka
dengan satu tangan. Jika Anda cukup beruntung untuk dianggap teman oleh
seorang introvert, Anda mungkin telah memiliki sekutu setia seumur
hidup. Sekali Anda telah mendapatkan rasa hormat mereka, keberadaan Anda
sangat diterima.
Mitos # 5 – introvert tidak suka pergi ke tempat umum.
Omong kosong. Introvert hanya tidak ingin pergi keluar di
depan umum UNTUK WAKTU YANG LAMA. Mereka juga ingin menghindari
komplikasi yang terlibat dalam kegiatan publik. Mereka mengambil data
dan situasi dengan sangat cepat, dan sebagai hasilnya, mereka tidak
perlu berada di sana untuk waktu yang lama untuk mehamami kegiatan
publik yang tengah berlangsung. Lalu mereka siap untuk pulang, mengisi
ulang energi, dan memproses semua pengalamannya tadi. Faktanya, isi
ulang energi adalah mutlak penting untuk introvert.
Mitos # 6 – introvert selalu ingin sendirian.
Introvert sangat nyaman dengan pikiran mereka sendiri.
Mereka banyak berpikir. Mereka melamun. Mereka senang memiliki masalah
untuk dikerjakan dan teka-teki untuk dipecahkan. Tapi mereka juga bisa
merasa luar biasa kesepian jika mereka tidak memiliki siapapun untuk
berbagi pencapaian mereka. Mereka menginginkan hubungan yang otentik dan
tulus dengan SATU ORANG pada satu waktu.
Mitos # 7 – introvert aneh.
Introvert sering individualis. Mereka tidak mengikuti
orang banyak. Mereka akan lebih suka dihargai karena cara-cara unik
hidup mereka. Mereka berpikir berdasarkan standar diri mereka sendiri
dan karena itu, mereka sering menantang kebiasaan. Mereka tidak membuat
keputusan berdasarkan pada apa yang sedang populer atau trendi.
Mitos # 8 – introvert culun terasing.
Introvert adalah orang-orang yang lebih sering melihat ke
dalam, memberi perhatian lebih pada pikiran dan emosinya. Ini bukan
berarti bahwa mereka tidak mampu memberi perhatian pada apa yang terjadi
di sekitar mereka, hanya saja dunia batin mereka terasa jauh lebih
merangsang dan bermanfaat bagi mereka.
Mitos # 9 – introvert tidak tahu bagaimana bersantai dan bersenang-senang.
Introvert biasanya merasa rileks di rumah atau di alam,
bukan di tempat umum yang penuh kesibukan. Introvert bukan pencari
sensasi dan pecandu adrenalin. Jika ada terlalu banyak pembicaraan dan
kebisingan terjadi, mereka melemah. Otak mereka terlalu sensitif
terhadap neurotransmitter yang disebut Dopamine. Introvert dan
ekstrovert memiliki perbedaan jalur syaraf yang dominan. Cari saja
sendiri tentang perbedaan jalur syaraf ini.
Mitos # 10 – introvert bisa memperbaiki diri dan menjadi ekstrovert.
Sebuah dunia tanpa introvert akan menjadi dunia dengan
sedikit ilmuwan, musisi, seniman, penyair, pembuat film, dokter,
matematikawan, penulis, dan filsuf. Meski demikian, masih ada banyak
teknik yang dapat dipelajari orang ekstrovert untuk berinteraksi dengan
introvert. (Ya, aku sengaja membalik posisi introvert dan extrovert
untuk menunjukkan kepada Anda betapa biasnya masyarakat kita.) Introvert
tidak bisa “memperbaiki diri” dan pantas dihormati untuk temperamen
alami mereka dan juga kontribusinya bagi umat manusia. Bahkan, satu
penelitian (Silverman, 1986) menunjukkan bahwa peningkatan persentase
introvert di antara manusia berbanding lurus dengan IQ (rata-rata
manusia).
Penyangkalan seorang introvert atas diri mereka sendiri
dalam rangka untuk bergaul di dunia yang didominasi extrovert dapat
menjadi sangat destruktif. Seperti minoritas lainnya, introvert dapat
berakhir membenci diri mereka sendiri dan orang lain karena perbedaan
mereka dengan kaum mayoritas. Jika Anda pikir Anda adalah seorang
Introvert, aku sarankan Anda meneliti topik ini dan mencari introvert
lainnya untuk membandingkan catatan. Beban tidak sepenuhnya berada pada
kita para introvert untuk mencoba dan menjadi “normal”. Ekstrovert pun
harus mengakui dan menghormati kita, dan kita pun perlu menghargai diri
kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar